“Tertawa Di Depan Rakyat, Menangis Di Balik Dosa”
Hai, namaku Frizka.
Aku ingin bercerita tentang masa kelam yang pernah aku alami. Tentang luka yang tak terlihat, tapi menghantui setiap hari.
Waktu itu aku masih SMA. Aku tumbuh dalam lingkungan yang seharusnya melindungi, tapi justru sebaliknya. Sosok yang dikenal masyarakat sebagai prajurit yang patuh, ramah, dan penuh wibawa—justru menjadi penyebab trauma paling dalam dalam hidupku. Aku tak menjelekan institusinya, aku menghormatinya. Tapi yang melukaiku adalah oknum. Dan ya, aku berani menyebutnya begitu: seorang oknum.
Dia melakukan hal yang tak pantas. Sesuatu yang mencuri kepercayaan, kebebasan, bahkan rasa aman dari tubuhku sendiri. Setelah itu, aku menjadi pribadi yang diam. Aku takut. Aku bingung. Aku merasa kotor dan jijik terhadap diriku sendiri.
Tapi waktu, walau perlahan dan menyakitkan, memberi ruang untukku bernapas. Aku mulai menulis. Menumpahkan luka lewat kata. Aku mulai menyadari: luka bukan aib. Diam bukan kesalahan. Aku tidak salah hanya karena aku dilukai.
Hari ini aku memilih untuk tidak diam lagi. Aku tidak ingin jadi suara yang tenggelam oleh seragam atau status. Aku ingin jadi suara bagi mereka yang masih bungkam.
*Untukmu yang membaca ini: jagalah dirimu. Dengarkan nalurimu. Hormati tubuhmu. Dan jangan biarkan siapa pun melewati batas yang kamu tentukan.*
Trauma bukan akhir hidup. Aku adalah bukti bahwa luka bisa tumbuh jadi kekuatan. Dan kamu juga bisa.
– Frizka
Komentar
Posting Komentar